Kasus Bangunan Runtuh Tanah Abang
Sangat
disayangkan hal ini terjadi justru pada kasus bangunan publik di ibu kota.
Seperti yang telah kita tahu bahwa tragedi runtuhnya bangunan di Pusat Grosir
Tanah Abang adalah musibah yang sebenarnya tidak perlu terjadi seandainya sang
arsitek lebih mengedepankan kaidah perancangan arsitektur yang benar.
Menanggapi hal ini, Dinas Pengawasan Dan Penertiban Bangunan (P2B) Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta mengundang IAI Jakarta dalam pertemuan yang
membahas tragedi ini. IAI Jakarta, LPJK serta asosiasi profesi lain yg terkait
diberikan kesempatan mendengarkan penjelasan mengenai kronologis proyek dan
tragedi tersebut dari arsitek perencana serta seluruh pihak yang terlibat dalam
proyek. Tujuan dari pertemuan tersebut adalah meminta para wakil asosiasi profesi
yang menaungi bidang masing-masing untuk melakukan proses sesuai aturan
asosiasi yang berlaku dan selanjutnya merumuskan sebuah rekomendasi untuk P2B
dalam menindaklanjuti kasus tersebut.
Melanjutkan hasil pertemuan IAI Jakarta dangan
P2B, IAI Jakarta mengadakan sidang dengan mengundang Dewan Kehormatan Daerah
dan juga arsitek dari proyek tersebut pada tanggal 5 dan 14 Januari 2010.
Pembahasan mengenai detail kronologis proyek, keterkaitan peraturan-peraturan
daerah yang berlaku dan perhintungan-perhitungan standar bangunan yang
diimplementasi pada bangunan tersebut menjadi pembahasan utama dalam sidang.
Selain permasalahan-permasalahan perencanaan bangunan, pembahasan mengenai izin
praktek yang dimiliki oleh arsitek perencana bangunan Pusat Grosir Tanah Abang
juga diangkat dalam pembahasan sidang Dewan Kehormatan Daerah yang dilaksanakan
di Jakarta Design Center.
Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk
mendukung beban muatan merupakan kemampuan struktur bangunan gedung
yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan (Pasal 17 ayat (2) UU
Bangunan Gedung).
Persyaratan kemampuan struktur bangunan gedung
yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan merupakan kemampuan struktur
bangunan gedung yang stabil dan kukuh sampai dengan kondisi pembebanan maksimum
dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta untuk
daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat
perilaku alam (Pasal 18 ayat (1) UU Bangunan Gedung).
Dalam Pasal 33 ayat (1) Peraturan
Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP Bangunan Gedung”) dikatakan
bahwa setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan
stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan
kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan
pelaksanaan konstruksinya.
Kemampuan memikul beban diperhitungkan
terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dan beban-beban yang mungkin
bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban
muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin (Pasal 33 ayat
(2) PP Bangunan Gedung). Dalam perencanaan struktur bangunan gedung
terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan gedung, baik bagian dan
sub struktur maupun struktur gedung, harus diperhitungkan memikul pengaruh
gempa rencana sesuai dengan zona gempanya (Pasal 33 ayat (3) PP Bangunan
Gedung).
Bahkan struktur bangunan gedung harus
direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang
direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih dapat
memungkinkan pengguna bangunan gedung menyelamatkan diri (Pasal 33 ayat (4)
PP Bangunan Gedung).
Berdasarkan pelanggaran terhadap kaidah tata
laku tersebut, sudah sepantasnya Dewan Kehormatan Daerah IAI Jakarta
merekomendasikan pembekuan keanggotaan bagi arsitek bersangkutan selama satu
tahun yang kemudian di tindak lanjuti oleh P2B dengan pencabutan Izin Pelaku
Teknis Bangunan.
0 komentar:
Posting Komentar